Minggu, 30 Juli 2017

Astagfirullah...!! Mengerikan.! Kisah Nyata Seorang Pemabuk Jenazahnya Mendapatkan Azab Yang Mengerikan !! | Media Info

Detik NusaBismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Petang hampir sirna. Berganti serinai malam yang perlahan jatuh di altar langit. Adzan Maghrib baru berkumandang di sejumlah masjid dan mushala. Tanda bulan suci Ramadhan baru berakhir dan malam lebaran akhirnya tiba.
Gema takbir membahana dan tahmid menggema dari segenap penjuru kampung. Namun, suara takbir dan tahmid itu serasa tak menyentuh kalbu Sumadi (36 tahun, bukan nama sebenarnya).
Ia sepertinya tak peduli dengan hari lebaran, hari di mana umat Islam dianugerahi kemenangan usai menunaikan ibadah puasa selama sebulan. Ia hanya duduk diam, tercenung di teras rumah dengan memegang botol minuman keras. Pandangannya kosong menatap langit. Sorot matanya menerawang jauh, seakan melihat dunia lain yang lebih menyenangkan.

Di saat seluruh umat Islam bersuka cita menyambut hari kemenangan dengan takbir dan tahmid, lelaki itu meninggal dunia begitu mengenaskan. Lidahnya menjulur dan matanya melotot. Jenazahnya pun terus berbalik arah ketika akan dimakamkan.

Melihat Sumadi duduk termangu seraya menenggak minuman keras, Surti (30 tahun, bukan nama sebenarnya), istri Sumadi hanya mengelus dada. Dia sempat menggeleng-gelengkan kepala, melihat ulah suaminya yang tak peduli dengan suara takbir yang berkumandang dari sejumah masjid dan mushala.
Dia tak habis pikir dan terheran-heran kenapa suaminya masih terus menenggak minuman keras di malam Idul Fitri.

“Mas, malam lebaran bukannya merayakan dengan tabiran kok malah minum!?” sungut istrinya
“Kamu itu ngomong apa? Memangnya kenapa jika aku minum? Apa gak boleh?” protes Sumadi, enteng.
“Mas semestinya pergi ke masjid, ikut takbiran, bukannya mabok...!”

Sumadi diam saja, tidak menjawab. Otaknya seperti digelayuti hawa panas; akibat reaksi alkohol yang mengalir ke ubun-ubun. Melihat ulah Sumadi yang cuek dengan keadaan sekitar membuat Surti kesal dan kecewa.

Apalagi, Sumadi sudah lama memiliki kebiasaan minum yang tak kunjung henti. Kendati demikian, Surti masih berharap agar suaminya di malam lebaran itu mau menghormati hari kemenangan umat Islam tersebut.
Bahkan, tidak sedikit orang yang meneteskan air mata di malam lebaran, karena merasa sedih ditinggal pergi bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan maghfirah.
Karena kesal, Surti akhirnya masuk ke dalam rumah. Sayang, protes diam Surti itu lagi-lagi tidak menghentikan kebiasaan buruk Sumadi. Ia justru merasa tidak ada lagi yang mengusik lagi. Ia kembali menenggak botol minuman keras yang ada di tangannya.

Setelah itu, ia tersenyum seakan meraih kemenangan yang tiada tara karena merasa melayang dan terbang ke angkasa biru. Padahal kemenangan yang dicecap Sumadi itu adalah kemenangan semu.
Setelah lama berjibaku dengan minuman keras, Sumadi seperti dicekam perasaan kesepian. Apalagi, ia sudah diprotes oleh Surti. Karena rasa sepi, sendiri dan sunyi itulah akhirnya ia memutuskan keluar rumah. Ia lalu berjalan dengan langkah sempoyongan, menyusuri jalan.

Bau alkohol yang menyeruak dari mulutnya, bergumul dengan aroma bau tubuhnya yang tidak sedap. Sesekali ia terhuyung, hampir jatuh; tetapi kedua kakinya masih bisa meniti jalan dengan benar, tidak sampai terpeleset ke selokan jalanan.

Sewaktu berjalan terhuyung-huyung itu, Sumadi sempat berpapasan dengan tetangga yang sudah kenal akrab dengannya. “Lebaran kok masih juga mabok? Nanti bisa ditarik malaikat loh...!” ujar sang tetangga, mengingatkan.

Dasar Sumadi sudah gelap mata dan hatinya telah karat, ia justru menjawab sengit, “Halahhhh, malaikat apaan!”

Tidak ada basa-basi untuk berhenti sejenak, saling menyapa dengan baik apalagi mengucap salam, Sumadi malah meneruskan jalannya yang goyah. Sementara, tetangganya yang tadi menyapa malah berjalan ke arah masjid.

Di jalanan kecil dari rumahnya itu, Sumadi terus melangkah seperti kunang-kunang yang terbang tak tentu arah. Kendati demikian, Sumadi masih bisa menyusuri jalanan ke sebuah tempat, dimana dia dan teman-temannya biasa kumpul untuk nongkrong.

Di tempat tongkrongan itu, ketiga temannya sudah lebih dulu datang dan menunggu kedatangan Sumadi. Tanpa banyak bicara, ia lalu mengambil papan dadu dan mereka pun langsung bermain dadu diselingi minum minuman keras.
Lidah Menjulur dan Mata Melotot ...

Gema takbir masih terus berkumandang, sesekali diiringi tabuhan bedug yang dipukul bertalu-talu, membuat suasana lebaran kian semarak. Tetapi, Sumadi dan ketiga temannya itu tidak peduli dengan gema takbir tersebut, mereka justru bermain dadu dan menenggak alkohol.

Tiba-tiba, tepat menjelang Isya`, tubuh Sumadi gemetaran. Sebetulnya, ia ingin melanjutkan permainan dadu dan menenggak alkohol lagi. Tetapi, tubuhnya yang sudah dimasuki minuman sejak dari rumah seperti tidak kuat menanggung beban berat yang dipikulnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar