Minggu, 13 Mei 2018

RIWAYAT KETURUNAN THOMAS MATULESSY DI HULALIU

Detik Nusa
Keluarga Matulessy adalah anak adat Negeri Hulaliu Haturessy Rakanyawa dari Uli Amarima Hatuhaha, di Pulau Haruku, Maluku Tengah. Pada mulanya Keluarga Matulessy berasal dari seorang leluhur bernama Kapitan Pattimura Matulessy yang hidup pada abad ke-16 di Negeri Hulaliu. Pattimura Matulessy menikah dengan Huaputy Noya, anak perempuan Kapitan Besar Haturessy Rakanyawa bernama Upu Pentury Noya yang tinggal di Benteng Hatu Marsala.

Catatan Oleh Thomas Matulessy S.Sos

Keluarga Matulessy adalah anak adat Negeri Hulaliu Haturessy Rakanyawa dari Uli Amarima Hatuhaha, di Pulau Haruku, Maluku Tengah. Pada mulanya Keluarga Matulessy berasal dari seorang leluhur bernama Kapitan Pattimura Matulessy yang hidup pada abad ke-16 di Negeri Hulaliu.  Pattimura Matulessy menikah dengan Huaputy Noya, anak perempuan Kapitan Besar Haturessy Rakanyawa bernama Upu Pentury Noya yang tinggal di Benteng Hatu Marsala.

Sebagai anak adat dalam tatanan Negeri Hulaliu Haturessy Rakanyawa maka mata rumah Keluarga Matulessy bernama Loha Samal dan memiliki Tiang Saniri adat nomor 3 di dalam Baileo Asari Lounusa Hulaliu,  dari deretan tiang saniri pada Soa Nusahuhu.

Keturunan Keluarga Matulessy yang ada sekarang berasal dari tiga moyang yaitu Moyang Marpaty Matulessy, Moyang Huapaty Matulessy dan Moyang Pattirias Matulessty. Moyang Marpaty Matulessy  menurunkan keturunan Markus Matulessy sebagai Kewang Negeri. Moyang Huapaty Matulessy menurunkan keturunan Thomas Matulessy sebagai Saniri Negeri, dan  Moyang Pattirias Matulessy menurunkan keturunan Anthony Matulessy sebagai Kepala Dati Matulessy.

Anthony Matulessy mempunyai dua orang saudara bernama Maria dan Matheos yang berpindah ke Pulau Saparua.   Keduanya menurunkan Keluarga Matulessy di Negeri Itawaka, Ullath dan Haria sampai sekarang.

Pada awal tahun 1800 ketika pemerintah mengeluarkan perintah kepada semua Raja Patih negeri jajahan di Maluku agar supaya rakyatnya mendaftarkan dusun dati pusaka yang dimiliki kepada Raja Pati di negeri masing masing maka Anthony Matulessy ditunjuk sebagai Kepala Dati mendaftarkan dua buah dusun dati dan empat buah dusun pusaka.  Thomas Matulessy mendaftarkan empat buah dusun pusaka,  sedangkan Markus Matulessy mendaftarkan enam buah dusun pusaka.

Semua dusun Keluarga Matulessy terdaftar dalam register Negeri Hulaliu adalah Dati Waenia, Dati Waesaro, Pusaka Larurua, Pusaka Waehuhu, Pusaka Waehokal dll,  masih tetap dimiliki dan dinikmati oleh Keluarga Matulessy  sampai sekarang.

Thomas Matulessy Laki Laki Kabaressy Dari  Negeri Haturessy adalah seorang Tentara Inggris dengan pangkat Sersan Mayor dan sangat dendam kepada Belanda. Ketika Belanda mengambil alih kekuasaan di Maluku, ia berhenti dari militer dan kembali ke negeri Hulaliu.

Thomas Matulessy lahir di Hulaliu, 8 Juni 1783.  Ia meninggal di atas tiang gantungan  di Kota Ambon, 16 Desember 1817 (Pattimura Park sekarang).  Ayahnya Corneles Matulessy dan ibunya Petrosina Noya.  Thomas Matulessy menikah dengan Maria Bungasina Taihuttu dan melahirkan tiga orang anak yakni Huapatty, Risamena dan Benjamin Matulessy.

Huapatty dibaptis dengan nama Asaf Matulessy.  Keturunannya masih ada sampai sekarang di Hulaliu.  Risamena dibaptis dengan nama Matheus Matulessy anak cucunya masih ada sampai sekarang.  Anak ketiga dengan nama baptis Benjamin Matulessy juga memiliki anak cucunya sampai sekarang di Hulaliu.

Anak kedua diberi nama Risamena dari kata "Risa" yang berarti perang,  dan "Mena" artinya awal.  Sesuai cerita tradisi turun-temurun, Risamena lahir ketika Thomas Matulessy dkk merencanakan perang melawan Belanda.

TRAGEDI 1817:  DERITA TIADA AKHIR MATULESSY DI HULALIU

Akibat Perang Pattimura yakni setelah peristiwa sangat heroik itu dengan direbutnya  Benteng Duurstede sebagai lambang kekuasaan Belanda di Saparua tanggal 16 Mei 1817 oleh Thomas Matulessy dkk, dan terbunuhnya Residen Van Den Berg bersama isteri dan kedua anaknya kecuali Jean Lubert berumur 5 tahun dibiarkan hidup, pada saat itu Thomas Matulessy membawa jenasah Keluarga Residen Van Den Berg dan dimakamkan di depan Benteng Hatu Marsala milik Keluarga Matulessy di Hulaliu.

Kepanikan terjadi di kalangan pemerintahan dan militer Belanda di Ambon, juga dirasakan sampai di Batavia. Apalagi ditambah kegagalan ekspedisi Beetjes yang hancur di Pantai Waisisil merupakan kekalahan militer yang menggemparkan Belanda.
Gubernur Ambon mengeluarkan seruan serta beberapa kali berupaya berunding dan berdamai dengan pasukan rakyat namun ditolak oleh Pattimura.  Upaya damai itu gagal total.

Gubernur Jenderal Belanda di Batavia mengirim Laksamana Buyskes ke Ambon dan mendarat pada 30 September 1817 sekaligus memecat Gubernur Ambon dan mengambil alih tugas pemerintahan dan militer di Maluku.

Selain itu Laksamana Buyskes juga hendak membalas dendam atas kematian Residen Van Den Berg dan keluarganya. Oleh sebab itu, ia mengumpulkan Raja- Raja Ambon dan Lease.  Ia meminta keterangan di manakah  gerangan keluarga Matulessy berada? Semua raja dan hadirin mengaku bahwa Thomas Matulessy berasal dari Negeri Hulaliu di Pulau Haruku.

Raja Hulaliu Abraham Tuanakotta Patikotalesia turut hadir dalam pertemuan itu. Melihat bahaya besar, raja lantas memberi keterangan palsu kepada Laksamana Buyskes.  Diakuinya, Keluarga Matulessy memang berasal dari Hulaliu, akan tetapi setelah peristiwa 16 Mei 1817 di Benteng Duurstede, seluruh keluarga Matulessy melarikan diri ke negeri Kariuw dan berganti marga menjadi marga Salatnaya.

Pada saat itu, Raja Tuanakotta meminta Juru Tulis Siahaya secara diam-diam kembali ke Hulaliu untuk menyelamatkan Keluarga Matulessy. Bersama Kepala Soa Noya,  mereka menggantikan marga Matulessy di Hulaliu menjadi Lessiputty dan minta seluruh Keluarga Matulessy yang sudah jadi Lessiputty pergi bersembunyi di hutan.

Keluarga Matulessy sangat berterima kasih dan menaruh hormat kepada semua orang Hulaliu yang pada saat itu, 4 November 1817, sepakat tutup mulut demi keselamatan keluarga Matulessy dari ancaman kematian.

Berdasarkan hasil pertemuan dengan Raja Patih, Buyskes mengirimkan pasukan ke Kariuw.  Di sana, mereka membantai semua orang bermarga Salatnaya.  Akibatnya, tidak tersisa satupun keturunan Salatnaya di Negeri Kariuw. Belakangan diketahui masih ada keturunan Salatnaya yang lolos dari pembantaian itu karena berada di luar Negeri Kariuw yaitu di Bojonegoro, Pulau Jawa.

Pada tahun 1989, keluarga Matulessy telah melaksanakan pertemuan  dengan keturunan Salatnaya.  Keluarga Matulessy memohon doa pengampunan dan membuat meja damai bersama keluarga John Salatnaya di Ambon.

Setelah sekitar 100 tahun menggunakan marga Lessiputty, pada tahun 1919  timbul masalah baru yang sangat menyedihkan yakni hak-hak waris dusun milik keluarga yang terdaftar dalam register Negeri Hulaliu dengan nama Marga Matulessy. Dusun-dusun itu mau diambil alih menjadi dusun negeri karena pemerintah menganggap bahwa marga Lessiputty tidak berhak atas dusun yang terdaftar dengan nama Matulessy.

Berhadapan dengan situasi ini, maka Keluarga Lessiputty membuat surat permohonan kepada Gubernur Jenderal Belanda di Batavia dan memohon untuk kembali menggunakan marga Matulessy sesuai nama leluhur mereka, Markus, Thomas, Moses, dan Willem.  Permohonan ini disetujui pada masa Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum dan diterima oleh keluarga Lessiputty di Hulaliu pada tahun 1921, atas nama M. Lessiputty di Hoelalioe.

Keputusan untuk kembali memakai nama marga Matulessy pada zaman Pemerintahan Belanda tentu sangatlah berat.  Sungguh berisiko tinggi mengaku diri sebagai keturunan Thomas Matulessy yang citranya adalah pemberontak, tetapi apa yang dapat dibuat oleh keluarga Lessiputty. Mereka berada pada situasi sangat dilematis karena kehilangan warisan dusun pusaka bagi seorang anak adat di negeri, ibarat mati sebelum lahir.  Apapun yang akan terjadi mereka pasrah pada waktu itu.

Sekarang ini, lebih tragis lagi bagai disayat sembilu dirasakan oleh ahli waris Thomas Matulessy di Hulaliu.   Meskipun sudah 100 tahun memakai nama marga Matulessy dan ketika leluhur kami Thomas Matulessy diakui menjadi pahlawan nasional pada masa setelah Indonesia merdeka, ternyata pemerintah Indonesia masih mengakui orang lain yang tidak berhak sebagai ahli waris.

Kami ahli waris sejati terus menggugat agar saatnya nanti pemerintah harus mengakui kami dan mengembalikan semua hak hak kami yang menjadi milik pusaka ahli waris sejati yang sebenarnya.

Kami sangat menyesalkan tim sejarah Pattimura yang dibentuk oleh Gubernur Johannes Latuharhary pada tahun 1951.  Mereka hanya datang  sesaat ke Saparua dan memberi masukan keliru tentang ahli waris Thomas Matulessy.  Akibatnya, sampai saat ini sejarah ahli waris masih terus menjadi polemik.

Keturunan Matulessy di Hulaliu terus memperjuangkan perlunya penelitian kebenaran  silsilah Keluarga Matulessy dan  bukti-bukti keluarga yang ada di Hulaliu.
Hal ini telah disampaikan oleh ahli waris sejati dalam seminar nasional Sejarah Pattimura tahun 1993 di Ambon.

Menurut keturunan Matulessy di Hulaliu, bukti sejarah ahli waris keluarga Matulessy yang benar adalah bukti bukti yang harus dibuat dan ditulis sebelum Indonesia merdeka yaitu ketika Thomas Matulessy masih citranya pemberontak. Sedangkan apabila ditemukan bukti-bukti ahli waris dibuat atau ditulis sesudah Indonesia merdeka, atau pada masa Thomas Matulessy diakui pemerintah sebagai pahlawan nasional, perlu dipertanyakan tujuan pembuatannya.

Demikian sejarah singkat ahli waris Thomas Matulessy Kapitan Pattimura dari Negeri Hulaliu Haturessy Rakanyawa disampaikan semoga Tuhan dan leluhur kami  mendengar dan menjawab segala doa dan permohonan kami.

Penulis adalah ahli waris sejati keturunan Thomas Matulessy di Hulaliu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar