Senin, 21 Mei 2018

19 Tahun Berkarya, Paguyuban Barongan Blora Risang Guntur Seto

Detik Nusa
Paguyuban Seni Barongan Blora "Risang Guntur Seto" konsisten melestarikan seni tradisi Blora hingga 19 tahun dan berharap terus berkarya. (foto: dok-ib)
BLORA. Sembilan belas tahun bukan waktu yang singkat bagi sebuah peguyuban seni barongan Blora untuk terus berkarya dan bertahan dari gerusan kemajuan teknologi. Lahir pasca reformasi di tahun 1999, dengan penuh keyakinan agar seni tradisi Blora bisa tetap lestari dan dikenal di seantero negeri. Akhirnya kini hal itu terjadi.

Ya, sebut saja Paguyuban Seni Barongan Blora “Risang Guntur Seto”. Paguyuban yang didirikan oleh Adi Wibowo 20 Mei sembilan belas tahun silam ini membuktikan bahwa seni tradisional tidak akan mati tergerus kemajuan zaman. Perkembangan teknologi justru dimanfaatkan untuk mengembangkan garapan seni yang mereka geluti.

Segudang prestasi dan pengalaman telah diraih paguyuban yang bermarkas di Jl.Gunung Wilis atau barat Perempatan Ringin Kembar Kelurahan Kunden ini. Mulai jadi Juara Lomba Barongan se Kabupaten Blora, juara Parade Seni Budaya Jawa Tengah, bintang tamu Pentas Seni Budaya TMII Jakarta, bintang tamu Festival Reyog Nasional di Ponorogo, hingga Juara Jogja International Etnich Festival.

Semuanya itu, menurut Adi Wibodo membutuhkan kerja keras, kerja sama dan kerja kompak dari seluruh anggota paguyuban. Saat ditemui di sela acara Ulang Tahun ke 19 Paguyuban Seni Barongnya, 20 Mei 2018, ia mengungkapkan harapannya agar kedepan Barongan Blora tidak hanya sebagai kesenian belaka, namun menjadi ciri khas atau karakter daerah yang bisa dibanggakan.

“Alhamdulillah, kami bersyukur masih bisa terus berkarya hingga usia ke 19. Bukan usia yang muda, tapi usia yang cukup tua bagi sebuah paguyuban yang mampu untuk terus maju dengan regenerasi yang baik dan sehat,” ucapnya.

Ia mengakui, selama 19 tahun ini sudah berulang kali paguyubannya mengalami regenerasi baik dari segi penari, maupun penabuh gamelannya. Meskipun sering berganti personil, namun mereka tetap kompak dan tidak ada senioritas.

“Kunci utamanya agar bisa bertahan itu kekompakan dan rasa saling memiliki dalam artian sudah dianggap seperti keluarga sendiri,” lanjutnya.

Regenerasi itu menurutnya tidak hanya datang dari sekitar lingkungan paguyuban saja. Namun banyak anak-anak muda dari wilayah lain di Kabupaten Blora yang ingin bergabung dan belajar mbarong di sanggarnya.

“Kami sangat terbuka, siapa saja yang ingin belajar mbarong selalu kami persilahkan datang untuk latihan bersama. Tidak hanya anak sekolah saja, beberapa mahasiswa seni dari perguruan tinggi juga bergabung dengan kami,” terang Adi Wibowo.

Beberapa diantaranya mereka tidak hanya ingin belajar menari saja, namun juga melakukan penelitian tentang kesenian Barongan Blora.

“Dengan adanya penelitian inilah, kami berharap literasi tentang Barongan Blora bisa semakin banyak,” pungkasnya. (res-infoblora)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar