Rabu, 21 Agustus 2019

MANUSIA DAN MONYET SAMA SAJA

Detik Nusa
Opini Rudi Fofid-Ambon 

Kalau kau mati,  semua orang yang kau kasihi, tidak akan mencium, menjilat, atau mengigit sekujur tubuhmu.  Mereka akan membawamu ke kesunyian.  Tubuhmu akan diserahkan kepada semut, cacing, belatung, bakteri, dan segenap jazad renik. Merekalah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi menjilat tubuhmu dengan nikmat sampai ludes.

Sang pengurai itu tidak punya rasa.  Makanya dia tidak sayang  wajah cantik dan tubuh sintal.  Dia tidak kagum  sosok tampan dan sixpack,  pesek, macung,  gendut, kerempeng,  hitam, putih, kuning, berbulu, gundul.  Vagina hilang bentuk, penis tiada lagi arti.  Kiamat memanjat tubuhmu.  Sioh, sayang dilale, jangan sedih. Tubuh akan menjelma menjadi tanah.  Tanah tetap berguna.

Apakah dirimu punya kesudian mengambil alih tupoksi para pengurai jenazah? 

Di rimba raya sana, para perambah hutan yang rakus cuma sanggup babat pohon bikin rusak hutan, tetapi malas menanam kembali.  Maukah dirimu meninggalkan nyaman hidup lantas pergi  ke dalam hutan?  Sanggupkah dirimu hidup di rimba sambil menanam biji-bijian agar hutan tetap perawan?

Sekalipun kau makhluk mulia, atau merasa paling mulia di antara semua ciptaan Tuhan, tentu dirimu tidak sanggup mengambil alih tugas membusukkan jenazah di dalam kubur.  Kaupun tidak sanggup menjadi pemeran penganti hewan-hewan penyebar biji-bijian hutan agar tumbuh menjadi individu baru.  Di rimba sana, ada yakis, monyet, beruk, lutung, kera, siamang, orang utan. Mereka pemakan buah yang rajin menebar biji-bijian ke mana-mana sehingga aneka pohon tetap lestari.

Dalam kesadaran iman, manusia percaya diri bahwa merekalah yang termulia dan sempurna.  Boleh saja meyakini semua itu namun tidak serta-merta membuat manusia berhak arogan, rakus, dan brutal terhadap lingkungan.

Dalam pandangan biosentris, manusia tidak lebih istimewa daripada cacing, bakteri, virus, cendawan, kaki seribu, kadal, burung hantu, monyet, ular tanah, dan apapun.  Kita semua sama adanya dalam kedudukan ekologis.  Setiap kali kita mau melakukan perubahan-perubahan di dalam alam lingkungan, kita butuh sopan-santun yang patut kepada sesama makhluk hidup dan ruang hidupnya. 

Dengan berpegang teguh pada pandangan biosentris, kita tidak perlu merasa terlampau hebat, apalagi sampai merendahkan hewan dan tumbuhan.  Sayangilah hewan dan tumbuhan. Berikan suaka kepada mereka. 

Sekadar sebagai pengingat, bolehlah pajang foto cantik dan tampanmu dekat sosok yakis.  Ingatlah bahwa kecantikan dan ketampanan adalah sia-sia.  Ia tipis dan gampang meletus seperti balon sabun.  Tuhan sayang jiwa manusia, tetapi ia akan membiarkan tubuh kasar ini membusuk. Cantik dan tampan akan cair.  Begitu saja.  Saat itu, mungkin kita baru percaya bahwa manusia dan yakis sama saja.

Penulis adalah redaktur pelaksana Media Online Maluku Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar