Rabu, 27 September 2017

Permohonan Kemerdekaan West Papua yang Dilarang oleh Indonesia, telah Diserahkan ke Komite Dekolonisasi PBB

Detik Nusa
Eksklusif: Dokumen petisi yang dilarang oleh Indonesia 'diselundupkan dari seluruh Papia' yang ditandatangani oleh 70% populasi rakyat pribumi West Papua.
Permohonan Kemerdekaan West Papua yang Dilarang oleh Indonesia telah Diserahkan ke PBB
Foto: Saat penyerahan Petisi Manual rakyat West Papua oleh Panitia Nasional di West Papua.
New York, (The Guardian), Tabloid WANI -- Sebuah petisi yang dilarang oleh pemerintah Indonesia, namun telah ditanda tangani 1,8 juta rakyat West Papua - atau lebih dari 70% populasi rakyat pribumi di Papua - telah dipresentasikan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan permintaan untuk memberikan suara bebas mengenai kemerdekaan.

Pemimpin kemerdekaan West Papua, Benny Wenda mengajukan petisi kepada komite dekolonisasi PBB, badan yang memantau kemajuan bekas koloni - yang dikenal sebagai wilayah yang tidak memiliki pemerintahan sendiri - menuju kemerdekaan.

Petisi tersebut dilarang di provinsi Papua dan Papua Barat oleh pemerintah Indonesia, dan diblokir secara online di seluruh negeri, sehingga lembaran petisi harus "diselundupkan dari seluruh Papua", kata Wenda kepada Guardian dari New York, Amerika Serikat (AS).

Pejuang Kemerdekaan West Papua dipenjara dan disiksa di Papua karena menentang peraturan Indonesia, yang telah menguasai Papua (yang sekarang menjadi dua provinsi - Papua dan Papua Barat) sejak tahun 1963. Mereka yang menandatangani petisi tersebut mempertaruhkan penangkapan dan pemenjaraan.

"Rakyat West Papua telah mempertaruhkan nyawa mereka, beberapa telah dipukuli dan dipenjarai. Dalam 50 tahun, kami belum pernah melakukan ini, dan kami harus mengaturnya secara rahasia, "kata Wenda.

"Rakyat bersedia membawanya ke setiap desa-desa, untuk menyelundupkannya dari seluruh Papua, karena petisi ini sangat penting bagi kita dalam perjuangan kita untuk kebebasan."

Petisi tersebut meminta PBB untuk menunjuk seorang perwakilan khusus untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia dan "menempatkan kembali West Papua pada agenda komite dekolonisasi dan memastikan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri ... dihormati dengan mengadakan pemungutan suara yang diawasi secara internasional (Internationally Supervised vote)".

West Papua sebelumnya berada dalam agenda komite dekolonisasi - yang memantau kemajuan menuju dekolonisasi dan peraturan independen - namun telah dihapus pada tahun 1963.

Wenda mengatakan, bahwa referendum West Papua "sudah terjadi" dan membahwa petisi tersebut merupakan manifestasi dari keinginan rakyat untuk merdeka.

"Rakyat sudah memilih, orang telah menandatangani petisi dengan darah dan sidik jari mereka. Kami optimis, yakin, bahwa dalam beberapa tahun ini, kami akan mengalami kemajuan. Ini bukan hanya masalah aktivis: naik ke tingkat pemerintahan, ke tingkat diplomatik sampai ke PBB. "

Aktivis kemerdekaan West Papua, Yanto Awerkion dipenjara pada bulan Juni karena memimpin sebuah demonstrasi untuk mendukung petisi ini. Hingga saat ini, dia masih dalam tahanan dan berpotensi menghadapi tuduhan pengkhianatan oleh Indonesia.
Ketua 1 Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Timika, Yanto Awerkion sedang dalam penjara, di Timika, West Papua.
Dalam sebuah wawancara dari penjara, dia berkata: "Dari balik jeruji besi ini, saya pesan dan serahkan kepada masyarakat internasional dan PBB, tolong dengarkan suara rakyat West Papua."

'Aksi publisitas'

Juru bicara kementerian luar negeri Indonesia Arrmanatha Nasir, yang menyertai kontingen negara tersebut dalam pertemuan Majelis Umum PBB di New York, menolak petisi West Papua sebagai drama yang tidak berdasar.

"Itu murni aksi publisitas tanpa kredibilitas," katanya kepada Guardian melalui sebuah pesan teks.

"Papua adalah bagian integral Indonesia sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 2504 (XXIV) 1969."

Presiden Indonesia Joko Widodo telah bekerja keras untuk menunjukkan komitmen pemerintah pusat untuk mengembangkan provinsi paling timur Indonesia ini, dan memprioritaskan pembangunan infrastruktur serta konektivitas, dan mengunjungi lebih dari enam kali sejak pemilihannya di tahun 2014.

Kelompok parlementer all-party Inggris sepenuhnya mendukung petisi tersebut dan dorongannya agar segerah ada tindakan oleh PBB, kata ketua bersama Alex Sobel.

"Ungkapan ekspresi demokratis yang inspiratif ini harus secara definitif meletakkan retorika dari pemerintah Indonesia bahwa rakyat West Papua puas menjadi bagian dari Indonesia," katanya.

"Lebih dari 50 tahun, rakyat West Papua telah mengalami pelanggaran hak asasi manusia yang meluas yang telah digambarkan oleh banyak orang sebagai genosida sistematis. Sudah menjadi jelas bahwa dalam situasi yang semakin memburuk, masyarakat West Papua tidak aman di bawah Indonesia. "

Di PBB, selama seminggu terakhir, dukungan untuk kemerdekaan West Papua dari pemimpin Melanesia yakni Solomon dan Vanuatu. Namun wakil perdana menteri negara Karibia St Vincent dan Grenadines, Louis Straker, juga memberikan dukungannya pada "aspirasi yang sah ... untuk kebebasan" rakyat West Papua.

Baca ini berikut ini:
  1. St Vincent & Grenadines Mendukung Penentuan Nasib Sendiri West Papua di Majelis Umum PBB
  2. Solomon Islands Mendukung Hak Penentuan Nasib Sendiri untuk West Papua di Majelis Umum PBB
  3. Di Majelis Umum PBB, Vanuatu Mendukung Penentuan Nasib Sendiri West Papua
  4. Tuvalu Mendukung Penentuan Nasib Sendiri West Papua di Majelis Umum PBB
Papua dan Papua Barat yang dikuasai Indonesia membentuk bagian barat pulau New Guinea. Kontrol politik kawasan ini telah diperebutkan lebih dari setengah abad dan Indonesia secara konsisten dituduh melakukan pelanggaran HAM berat dan penindasan kekerasan terhadap gerakan kemerdekaan wilayah tersebut.

Orang-orang yang berasal dari provinsi ini adalah orang Melanesia, yang secara etnis berbeda dari negara-negara lain di Indonesia dan lebih terkait erat dengan orang-orang Papua Nugini, Solomon Islands, Vanuatu, Fiji dan New Caledonia.

Baca ini: (Indonesia Kecam 4 Negara Pendukung Agenda Papua Merdeka di PBB)

Dahulu Belanda New Guinea, Papua dipertahankan oleh Belanda setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, namun provinsi tersebut dianeksasi oleh Jakarta pada tahun 1963.

Indonesia meresmikan penguasaannya atas West Papua pada tahun 1969 ketika militernya memilih 1.026 penduduk West Papua dan memaksa mereka untuk memilih mendukung aneksasi Indonesia di bawah proses yang diawasi PBB yang dikenal sebagai Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA).

Sebuah laporan tahun 2004 oleh Klinik Hak Asasi Manusia Internasional di Yale Law School mengatakan: "Pemimpin militer Indonesia mulai melakukan ancaman publik terhadap para pemimpin Papua ... berjanji untuk segera menembak mereka jika mereka tidak memberikan suara untuk kontrol Indonesia."

Dikenal sebagai Irian Jaya sampai tahun 2000, terbagi menjadi dua provinsi, Papua dan Papua Barat, sejak tahun 2003. Mereka (Papua) memiliki status semi otonom - otonomi khusus.

Banyak rakyat West Papua menganggap pengambilalihan Indonesia sebagai aneksasi ilegal dan OPM (Gerakan Papua Merdeka) telah memimpin pemberontakan tingkat rendah selama beberapa dekade. Pemberontakan itu telah lama menjadi alasan untuk keterlibatan militer Indonesia yang signifikan di Papua.

Dengan meningkatnya kehadiran polisi dan militer, ada laporan pelanggaran keamanan termasuk pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, penggunaan kekerasan yang berlebihan dan penganiayaan terhadap pemrotes damai. Sedikitnya 37 rakyat West Papua masih berada di balik jeruji besi (penjara) ketika mereka berekspresi bebas atau mengekspresikan solidaritas dengan gerakan kemerdekaan Papua.

Baca ini: (Data Fakta Sejarah West Papua)

Ada sedikit pengawasan ketat terhadap situasi di West Papua , karena organisasi hak asasi manusia dan wartawan dilarang berkunjung.

Dr Jason MacLeod, dari pusat studi perdamaian dan konflik Sydney University, mengatakan bahwa petisi tersebut secara langsung menantang legitimasi Indonesia di West Papua.

"Rakyat West Papua tidak pernah memiliki kesempatan untuk secara bebas memutuskan status politik mereka. Ini adalah pertama kalinya mereka benar-benar dapat memilih pandangan politik rakyat dari seluruh wilayah: sejumlah besar orang telah berpartisipasi di dalamnya dan sangat mengindikasikan dukungan mereka untuk referendum. "

Baca berikut ini: 
  1. Buchtar Tabuni, Petisi Manual : Permohonan Bangsa Papua Kepada PBB)
  2. Buchtar Tabuni: "Indonesia Kewalahan Membendung Perjuangan Papua Merdeka"

Posted by: Admin
Copyright ©The Guardian | Tabloid WANI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar