Selasa, 24 Juli 2018

Kompolnas Sarankan Kapolres Pulau Ambon Diproses Hukum

Detik Nusa
Ambon, Malukupost.com - Surat pengaduan dari kantor pengacara Semuel Waileruny dan rekan ke Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) terkait sikap Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Leasse yang mendukung kegiatan pembongkaran tanpa dasar hukum di lahan eks hotel Anggrek, ternyata direspons dengan cepat. Melalui surat nomor 8-1228/Kompolnas/8/2018, Perihal Pemberitahuan Hasil Penelitian Surat Pengaduan, ditandatangani Sekretaris, Bekto Suprapto, Kompolnas menyarankan agar Waileruny segera mengadukan tindakan Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease tersebut ke pengawas internal Polda Maluku.
Semuel Waileruny 
Ambon, Malukupost.com - Surat pengaduan dari kantor pengacara Semuel Waileruny dan rekan ke Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) terkait sikap Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Leasse yang mendukung kegiatan pembongkaran tanpa dasar hukum di lahan eks hotel Anggrek, ternyata direspons dengan cepat.

Melalui surat nomor 8-1228/Kompolnas/8/2018, Perihal Pemberitahuan Hasil Penelitian Surat Pengaduan, ditandatangani Sekretaris, Bekto Suprapto, Kompolnas menyarankan agar Waileruny segera mengadukan tindakan Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease tersebut ke pengawas internal Polda Maluku.

Surat nomor 07/Ahli Waris Latumalea/V/2018 tanggal 28 Mei 2018, tentang tindakan Kapolres Pulau Ambon yang ikut mendukung kegiatan pembongkaran tanpa dasar hukum, telah diterima kompolnas pada tanggal 7 Juni 2018, dan tercatat dengan nomor registrasi 1228/31/L//VI/2018/Kompolnas.

Dalam surat balasannya, yang juga diteruskan Wileruny kepada redaksi media ini, Selasa (24/7), Kompolnas bahkan siap menyurati Kapolda Maluku untuk melakukan klarifikasi, apabila laporan tersebut tidak ditindaklanjuti.

“Jika ditemukan adanya dugaan pelanggaran hukum atau penyalahgunaan wewenang oleh Kapolres pulau Ambon dan P.p Lease, disarankan kepada saudara untuk membuat laporan polisi atau melaporkan kepada pengawas internal Polda Maluku, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila laporan saudara tidak direspon oleh pengawas internal Polda Maluku maka Saudara dapat membuat surat keluhan kepada komponen untuk dilakukan klarifikasi kepada pimpinan Polda Maluku,” kata Waileruny mengutip surat tersebut.

Menyikapi surat tersebut, Waileruny memberikan apresiasi atas respos cepat dari Kompolnas.

“Saya sangat berterima kasih dan memberikan apresiasi atas sikap Kompolnas yang dengan cepat merespons surat pengaduan kami,” ucapnya.

Waileruny katakan, setelah mendapat dukungan dari Kompolnas, pihaknya akan secepatnya melaporkan secara resmi tindakan Kapolres Pulau Ambon dan P.p Leasse ke Polda Maluku.

“Kami telah menyiapkan pengaduan, dan menindaklanjuti saran yang diberikan, dengan melapor ke Propam Polda Maluku,” tegasnya.

Sebelumnya, Semuel Waileruny melalui surat nomor 07/Ahli Waris Latumalea/V/2018 tanggal 28 Mei 2018 telah melaporkan tindakan Kapolres Pulau Ambon, karena ikut mendukung kegiatan pembongkaran tanpa dasar hukum.

Kapolres Pulau Ambon tersebut dinilai ikut mendukung kegiatan pembongkaran sejumlah rumah milik warga, penghancuran harta benda dan pembongkaran gedung SMP dan SMA Gemah 7 Kota Ambon, dengan mengerahkan personil Polri dan TNI serta warga sipil yang terindikasi sebagai massa bayaran.

Pengrusakan yang berkedok penertiban ini terjadi pada 24 Mei 2018 lalu. Padahal, lahan yang diatasnya berdiri bangunan rumah warga dan sekolah tersebut merupakan bagian dari dusun Sopiamaluan milik (alm) Petrus Latumalea, yang telah dikuatkan melalui Putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor 21 tahun 1950 tanggal 21 Maret 1950.

Namun kemudian, terjadi sengketa waris di antara cucu (alm) Petrus Latumalea yang menggugat keabsahan Putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor 21 tahun 1950 tanggal 21 Maret 1950, namun gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Tinggi Maluku, berdasarkan putusan nomor 25/Pdt/2004/PT.Mal tanggal 8 Maret 2005, yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Waileruny menilai, tindakan sang kapolres sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang terhadap hak-hak warga tanpa dasar hukum. Bila tidak ada dukungan Kapolres, tindakan anak buahnya di lapangan yang begitu agresif dan mirip dengan kegiatan premanisme tidak mungkin dilakukan.

“Disebut premanisme, karena pembongkaran dan penghancuran itu tanpa Penetapan dan Perintah atau Pemberitahuan Pengadilan. Perbuatan Kapolres yang mendukung para preman melakukan pembongkaran sebagai kejahatan terhadap hukum dan pelanggaran HAM oleh Negara melalui Kapolres terhadap rakyat. Untuk itu, proses hukum terhadap diri Kapolres mesti dilakukan agar menjadi pelajaran berharga kepada institusi Polisi umumnya,” tandasnya.

Waileruny menambahkan, tindakan Kapolres bertentangan dengan kebijakan Presiden dan Kapolri yang dengan sungguh-sungguh ingin melaksanakan hukum secara adil dan bermartabat.

“Bila tidak diproseskan, maka arogansi kekuasaan polisi akan terus berlangsung dan Polisi akan mendukung kegiatan-kegiatan kejahatan lainnya, yang akan mengakibatkan banyak warga masyarakat yang tidak memiliki uang akan mengalami penderitaan dan berbagai kekacauan akan timbul di dalam Negara ini,” pungkasnya. (MP-8)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar