Detik Nusa
Industri minyak dan gas Indonesia pernah menjadi raksasa ekonomi untuk Indonesia, menyediakan banyak lapangan pekerjaan dan juga peluang bagi para investor.
Akan tetapi sekarang nampaknya industri tersebut sedang dalam fase yang terus menurun, dan saat ini hanya memproduksi separuh dari GDP Indonesia pada waktu lima tahun lalu.
Walaupun sebagian orang mungkin melihat hal ini sebagai penurunan yang bersifat sementara, namun sebagian orang lainnya beranggapan bahwa penurunan harga minyak global dan sedikitnya investasilah yang menjadi beberapa penyebab utama jangka panjang dari permasalahan tersebut.
Berikut adalah beberapa alasan utama industri yang sempat berjaya ini sedang mengalami kesulitan.
Dana
Salah satu ancaman paling signifikan terhadap industri minyak Indonesia yang pernah menjadi industri paling menguntungkan ini adalah minimnya investasi masuk yang diterima. Pendanaan untuk eksplorasi sudah semakin menipis pada beberapa tahun terakhir, menurun dari $1.3 miliar pada tahun 2012 menjadi $100 juta pada tahun 2016.
Yang menjadi alasan utamanya adalah beberapa ekspedisi pengeboran minyak sebelumnya yang kurang mengalami keberhasilan, dan permasalahan komersialisasi yang merusak prediksi perekonomian Indonesia.
Tanpa pendanaan yang memadai, akan sangat sulit bagi produsen-produsen baru untuk masuk ke dalam pasar, terlebih lagi dengan melihat minimnya insentif/kemungkinan untuk meraih keberhasilan.
Akan tetapi, para investor yang melakukan perdagangan melalui platform online juga terus aktif mencari tahu apakah keadaan ini akan berubah, mengingat dengan bertambahnya jumlah investasi akan berarti meningkatnya jumlah produksi, atau justru pada akhirnya harga semakin menurun dalam skala global.
Minyak
Harga minyak mentah telah menurun dengan cepat selama beberapa tahun terakhir, menyentuh harga di bawah $30 per barel pada tahun 2016 dan sekarang sedikit meningkat pada harga $46 per barel.
Ini merupakan perubahan yang sangat besar mengingat harga minyak sempat menyentuh harga $110 per barel, dan kejadian ini sangat merusak reputasi industri minyak sebagai investasi yang menguntungkan.
Alasan utamanya penurunan ini adalah adanya suplai yang sangat berlebih dari komoditi minyak tersebut, terlepas sudah adanya usaha terbaik OPEC untuk membendung suplai berlebih tersebut.
Setelah tidak menjadi anggota dari OPEC selama delapan tahun, Indonesia telah kembali mendaftarkan diri, yang menunjukkan kemungkinan ketertarikan kembali Indonesia untuk menjadikan minyak sebagai industri yang menguntungkan di negara tersebut.
Pembatasan oleh Pemerintah
Penjelajah minyak Indonesia lah yang paling merasakan dampak negatif dari peraturan pemerintah dan kesulitan-kesulitan umum lainnya dalam mendapatkan persetujuan dan izin untuk pelaksanaan dari suatu proyek.
Hal ini juga mungkin telah menurunkan minat para investor pada eksplorasi minyak Indonesia, yang berakibat pada lebih besarnya tantangan yang harus dihadapi perusahaan-perusahaan minyak untuk mendapatkan dana yang mereka butuhkan.
Tanpa tersedianya situasi yang mendukung untuk investasi, kecil kemungkinannya untuk industri minyak ini akan segera pulih dalam waktu dekat, walaupun pemerintah sudah pasti terus mencari cara untuk memperbaiki situasi ini di masa yang akan datang melalui pembentukan ulang beberapa sistem yang terdapat dalam berjalannya industri tersebut.
Meskipun industri minyak di Indonesia sedang menurun, perlu dicatat pula bahwa permasalahan harga minyak adalah permasalahan global, dan hingga permasalahan suplai minyak yang berlebih dapat diatasi dengan baik, kecil kemungkinannya bahwa industri perminyakan akan dapat mengembalikan statusnya sebagai industri yang menguntungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar