Detik Nusa
Ambon, Malukupost.com - Majelis hakim tipikor Kantor Pengadilan Negeri Ambon mengadili mantan Kadis Kominfo Maluku, Ibrahim Sangadji sebagai terdakwa dugaan korupsi dana grand design master plan E-Government dan penguatan jaringan web Maluku Prov.go.id tahun anggaran 2015.
Ketua majelis hakim tipikor, Samsidar Nawawi didampingi Christina Tetelepta dan Bernard Panjaitan selaku hakim anggota membuka sidang perdana di Ambon, Senin (28/8), dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum Kejati Maluku, Rolly Manampiring.
JPU menjelaskan, pada tahun anggaran 2015 lalu, Dinas Kominfo Maluku mendapatkan dana alokasi umum (DAU) sebesar Rp1,568 miliar untuk pembuatan grand desain master plan E-Government dan penguatan jaringan web Maluku Prov.go.id.
Terdakwa bertindak selaku kuasa pengguna anggaran, sedangkan Eriny Sopalatuw menjabat PPTK dan Meggy Leonora Lekatompessy menjadi bendahara dalam proyek yang merugikan negara Rp308 juta lebih tersebut, Anggaran tersebut terdiri dari kegiatan pembuatan grand desain masterpaln E-Government dimana nilai anggaran sesuai dokumen pelaksanaan perubahan anggaran SKPD nomor 1.25.01.01.1523 5 2 tanggal 8 Desember 2015 sebesar Rp749,6 juta dan penguatan jaringan Web Maluku.Prov.go.id sebesar Rp818,525 juta. dan realisasi anggarannya mencapai Rp1,533 miliar.
Selanjutnya bendahara pengeluaran, Megy Leonora Lekatompessy melakukan pencairan anggaran kegiatan pembentukan grand desain master plan sebesar Rp715,388 juta dan kegiatan penguatan jaringan web sebesar Rp818,268 juta.
Kenyataannya terdakwa selaku kuasa pengguna anggaran telah melakukan penyimpangan terhadap alokasi anggaran untuk dua kegiatan tersebut.
"Sesuai kenyataan, yakni pada tahun 2014 pembuatan master plan e-government diusulkan lewat APBD tahun 2015 dengan jumlah dana sebesar Rp750 juta," kata JPU.
Kemudian bulan Januari 2015, Dinas Kominfo mengundang saksi Samuel Toding selaku Direktur CV Amboina Creative Network membicarakan pembuatan master plan e-government, tetapi sebelum dilakukan perjanjian kerja, saksi Eriny Sopalauw selaku PPTK melakukan konsultasi dengan BPK RI Perwakilan Provinsi Maluku untuk menanyakan apakah kegiatan ini bisa dilakukan secara swakelola atau tidak.
Bulan Maret 2015, terdakwa menyetujui perjanjian kerjasama dengan Samuel Toding dengan nilai kontrak sebesar Rp231,1 juta lalu dibentuklah tim pembuatan dokumen master plan.
"Bahwa realisasi pengeluaran untuk pembuatan master plan ini sebesar Rp715,388 juta, dan dari jumlah anggaran itu terdapat kegiatan yang tidak dilaksanakan sebesar Rp246,1 juta," kata jaksa.
Kemudian atas kegiatan yang tidak dilaksanakan ini, dibuatlah bukti pertanggungjawaban yang tidak benar alias fiktif oleh Meggy Leonora Lekatompessy selaku bendahara pengeluaran atas perintah terdakwa.
Laporan fiktif ini dilakukan dengan cara membuat perjalanan dinas dalam daerah secara fiktif sebanyak 17 kali oleh 16 orang pegawai Dinas Kominfo dengan biaya perjalanan yang variatif dari Rp1 juta hingga Rp11 juta.
Bendahara juga membuat laporan fiktif tentang jasa pembayaran tim pembuatan master plan dengan menggunakan empat nama diantaranya Samuel toding yang mendapat bayaran Rp51,5 juta, Majusu Salampessy Rp37,5 juta, Nurul Handayani Nurlete Rp13.2 juta, Hengky Rp36 juta, dan Mourenta Samu Samu Rp25.5 juta.
Sehingga total dana pembayaran perjalanan dinas dan jasa pembayaran tim mencapai Rp246,109 juta, padahal anggaran tersebut dipakai terdakwa untuk kepentingan pribadi yang tidak jelas senilai Rp160,376 juta dan sisanya Rp86,733 juta dipakai untuk kegiatan yang bukan menyangkut pembuatan master plan.
Akibatnya total kerugian keuangan negara dalam perkara ini sesuai hitungan BPKP RI Perwakilan Provinsi Maluku sebesar Rp308,709 juta.
Terdakwa Ibrahim Sangaji dijerat melanggar pasal 2 juncto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagai dakwaan primair.
Sedangkan dakwaan subsidairnya adalah melanggar pasal 3 jucto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, karena penasihat hukum terdakwa Syukur Kaliki menyatakan tidak melakukan eksepsi atas dakwaan JPU. (MP-5)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar