Selasa, 09 Oktober 2018

ULMWP Tunjuk Pelobi Khusus untuk PBB

Detik Nusa
ULMWP Tunjuk Pelobi Khusus untuk PBB
Penunjukan pelobi khusus ULMWP untuk PBB. Dari kiri ke kanan, Jennifer Robinson, Rex Rumakiek, Benny Wenda, John Anari dan Herman Wainggai. (Istimewa).
New York -- Di sela-sela kesempatan bersama delegasi resmi Vanutu mengikuti rangkaian Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sesi ke 73 tahun 2018 di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat pada September lalu, Benny Wenda selaku ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Rex Rumakiek (sekertaris), telah menunjuk pelobi khusus ULMWP untuk PBB.

Penunjukan ini dilakukan sebagai upaya memperluas jejaring diplomasi guna meyakinkan negara-negara anggota PBB dalam mendukung perjuangan penentuan nasib sendiri rakyat Papua Barat yang kini sedang didorong oleh Vanuatu di forum regional Melanesian Spearhead Group (MSG), Pacific Island Forum (PIF) maupun hingga Komite Dekolonisasi PBB atau disebut Comite 24.

Dua nama yang ditunjuk guna menjalankan misi khusus sebagai pelobi ULMWP di PBB untuk urusan dekolonisasi dan isu-isu masyarakat pribumi internasional adalah Herman Wainggai dan John Anari.

Kedua nama tersebut ditunjuk atas pertimbangan khusus. Yakni selain karena masih muda, mereka mereka selama ini telah berperan aktif dalam mengikuti sejumlah forum dan debat di PBB maupun terlibat aktif melobi perwakian negara-negara anggota PBB di Amerika Serikat.

“Pengangkatan ini juga sebagai respon terhadap sikap politik yang kuat dari rakyat dan pemerintah Vanuatu serta beberapa negara Pasifik Selatan seperti Tuvalu dan Marshal Island yang mulai serius membawa persoalan Papua Barat ke PBB” ujar Benny Wenda di dampingin Rex Rumakiek selaku sekertaris ULMWP yang juga telah datang dari Australia untuk menghadiri event PBB yang sama.

Pengangkatan kedua pelobi khusus ULMWP untuk PBB itu telah disaksikan Jennifer Robinson, selaku pengacara internasional yang tergabung dalam International Lawyers for West Papua (ILWP). Pemberian mandat ini telah mengambil tempat di sekitar pelataran Dag Hammarskjold Library and UN Plaza, kota New York, Senin (24/9/2018).

Baik Herman Wainggai dan John Anari, keduanya selama beberapa tahun telah menetap di Amerika Serikat dan punya pengalaman di forum-forum PBB. Herman Wainggai misalnya, punya latar belakang sebagai mantan tahanan politik di Papua.

Dia merupakan aktivis dari kelompok West Papua National Authority (WPNA) dan Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) yang kini tergabung dalam wadah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Dia pernah mengorganisir dan menjadi bagian dari sekitar 43 pencari suaka politik asal Papua Barat yang menyeberang menggunakan perahu bermotor hingga ke Australia di tahun 2006. Dia pernah menjadi mahasiswa dan kini masih berafiliasi dengan program studi khusus tentang Hak Asasi Manusia di George Mason University (GMU), Virginia, AS.

Herman Wainggai secara berkala sering diundang untuk berbicara di forum-forum akademik bertema HAM tentang perjuangan politik Papua Barat di GMU maupun beberapa kampus di AS serta event khusus di forum-forum PBB.

Dia merupakan kerabat keluarga dari almarhum DR. Thomas Wainggai, akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen) berpendidikan AS dan Jepang yang pernah memproklamirkan lahirnya Negara Melanesia Barat di Lapangan Mandala, Jayapura, Papua, pada 14 Desember 1988.

Sedangkan John Anari memiliki latar belakang sebagai matan aktivis Jaringan Independen untuk Aksi Kejora (Jiajora) dan Front Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (FNMPP) di tanah Jawa semasa pernah menjadi mahasiswa jurusa teknik elektro di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah.

Ia merupakan alumni SMA Negeri 3 Buper Jayapura dan pernah mengikuti pendidikan penerbangan di Curug, Tanggerang, Banten, namun tidak sempat diselesaikan. Pendidikan tinggi yang pernah ditempuh hingga selesai adalah menamatkan jurusan strata satu (S1) teknik elektro Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), Papua di tahun 2006.

Ia kini menjadi ketua Organisasi Pribumi Papua Barat (OPPB) yang berganti nama menjadi West Papua Liberation Organization (WPLO). Lewat organisasi inilah ia sering diundang mengikuti forum United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues (UNPFII) yang membahas tentang isu-isu masyarakat pribumi internasional dan setiap tahun berlangsung di Markas Besar PBB, New York.

(Nonton ini: Full Video, Masalah West Papua di Sidang Majelis Umum PBB ke-73 2018)

Sebelum hengkang ke AS di tahun 2014, Anari pernah bekerja sebagai staf teknisi Laboratorium Komputer Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua, dan sempat menjadi karyawan di kantor cabang British Petroleum (BP) di Jakarta.

Baik Herman Wainggai dan John Anari, dua aktivis dan diplomat muda yang menerima mandat ULMWP ini menyatakan siap menjalankan tugas perjuangan yang diberikan. “Ini merupakan panggilan untuk mendorong cita-cita pembebasan nasional bangsa Papua yang masih tertindas selama puluhan tahun di bawah kolonialisme Indonesia,” kata Wanggai.

Sementara John Anari mengatakan, dengan adanya pemberian mandat tersebut, persatuan nasional adalah kata kunci bagi segenap komponen perjuangan Papua Barat di manapun berada di bawah wadah ULMWP yang saat ini diakui secara resmi oleh negara Vanuatu dan sejumlah negara Pasifik Selatan.

“Indonesia merupakan negara kolonial yang diibaratkan babi raksasa. Satu dua panah saja tidak akan cukup mampu melumpuhkan babi raksasa kolonial Indonesia. Karena itu jika setiap anak panah dari komponen perjuangan rakyat Papua disatukan dan diarahkan untuk memanah babi raksasa tersebut, pasti babi raksasa ini akan mati,” cetus Anari.

ULMWP sebelumnya telah menunjuk beberapa perwakilan pelobi khusus atau diplomat untuk menjalankan misi diplomasi di sejumlah wilayah yang dimulai dari wilayah Pasifik Selatan, Autralia, Eropa hingga Afrika. Ini dimaksudkan untuk memperpendek tugas-tugas diplomasi yang dapat dijalankan sendiri oleh pimpinan komite eksekutif ULMWP.

(Lihat ini: Vanuatu Terus Mendorong Resolusi PBB atas West Papua, Meskipun ada Penentangan dari Anggota Forum)

Untuk misi Uni Eropa misalnya dijalankan oleh Oridek Ap yang kini menetap di Belanda. Oridek merupakan putra dari almarhum Arnold Clemens Ap, seorang seniman dan budayawan Papua dari Universitas Cenderawasih Jayapura yang dibunuh Kopassus pada 26 April 1984 silam.


Copyright ©Lintas Papua "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar