Jumat, 12 Oktober 2018

Pengadilan Tinjauan Lokasi Sengketa Lahan Polda Papua Dan Pemilik Hak Ulayat

Detik Nusa
Pengadilan Tinjauan Lokasi Sengketa Lahan Polda Papua Dan Pemilik Hak Ulayat
Jaksa bersama Penggugat dan tergugat meninjau langsung lokasi sengketa lahan di Bhayangkara Distrik Jayapura Utara.
Jayapuar -- Peninjauan Setempat (PS) terhadap lahan sengketa seluas 750 meter persegi yang beralamat di Komplek Bhayangkara I Nomor 2, Distrik Jayapura Utara, telah dilakukan oleh pihak Pengadilan Negeri Jayapura, Kamis (11/10) pagi, dengan menghadirkan kedua pihak yang bersengketa yakni keluarga Frans Sibi dengan pihak Polda Papua.

(Baca ini: Masyarakat Adat Marind Kembali Berunjuk Rasa)

Situasi peninjauan berlangsung dengan lancar tanpa ada hambatan apa pun. Kedua pihak bersengketa saling menghormati proses hukum yang sedang berlangsung, dan pada Senin (15/10) depan akan dilakukan dengar keterangan dua saksi kunci dari pihak penggugat yang merupakan pemilik hak ulayat. Hal ini diungkapkan oleh Taufik Darus, SH selaku pengacara Frans Sibi.

"Tadi pagi dilakukan peninjauan dengan mengecek lokasi sengketa seluas 750 meter persegi oleh pihak Pengadilan Negeri Jayapura dan kami selaku pengacara penggugat yakni bapak Frans Sibi, dan juga dari pihak Polda Papua selaku tergugat. Semua berjalan lancar dan pada Senin (15/10) depan akan dilalukan agenda keterangan dua saksi dari pihak penggugat,"kata Taufik Darus, Kamis (11/10) siang.

Ia menyatakan, bahwa pihaknya selaku pengacara penggugat akan lebih fokus membela pihak tergugat yang adalah keturunan Suku Sibi untuk memperjuangkan hak ulayatnya.

(Lihat ini: Pemilik Ulayat Pasang Sasi di Lapangan Jawa, Yonathan: Kami Minta Ganti Rugi 17 Miliar)

Diketahui, penggugat merupakan masyarakat adat dari keturunan Suku Sibi yang bermukim di wilayah itu. Frans Sibi menjadi pewaris tanah tersebut dari orangtuanya yang hidup dimasa pendudukan Belanda (Hollandia -red) sekitar tahun 1956.

"Pada tanggal 28 Juli 1956 Pemerintah Belanda membuat Surat Over and Hops yang berisi pihak masyarakat adat menyerahkan sebagian tanah Jayapura kepada Belanda," tuturnya.

Setelah Belanda meninggakan Indonesia, oleh pemerintah menganggap bahwa tanah yang ditinggalkan oleh penjajah Belanda otomatis menjadi tanah milik negara. Kemudian negara melalui Pemda Provinsi menyerahkan tanah itu ke pihak Polda dan mereka mengklaim itu miliknya.

"Namun itu kan tidak serta merta mutlak menjadi milik Polda. Status kepemilikan tanah itu didasari oleh hak ulayat. Masyarakat adat sebagai pemilik yang sah tidak memberikan lahan itu kepada Polda," tegas Taufik.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ahmad Musthofa Kamal saat ditemui di Mapolda Papua, Selasa (2/10) lalu, memastikan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung atas sengketa lahan tersebut. Bahkan ia mempersilahkan pihak penggugat yakni keluarga Frans Sibi untuk melakukan gugatannya terhadap pihak Polda Papua untuk memastikan status kepemilikan tanah itu. “Kalau keberatan terhadap kepemilikan seseorang silahkan digugat, yang penting mengikuti prosedur,” singkatnya.

Kamal mempertanyakan dasar otentik yang dimiliki oleh pihak penggugat sehingga bersikeras untuk berupaya merebut kembali lahan tersebut.“Lahan dan bangun itu kan milik Polda Papua. Meskipun orang tua yang menempati itu dulu anggota polisi, namun apakah secara otomatis anaknya itu berhak menempati rumah itu,"ujarnya.

(Baca ini: KNPB Tuding Konflik di Pegunungan Papua untuk Legitimasi Klaim Indonesia di PBB)


Copyright ©Pasific Pos "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar