Sabtu, 07 Juli 2018

Menkumham Diminta Berikan Amnesty dan Rehabilitasi Bagi Napol RMS

Detik Nusa
Ambon, Malukupost.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI diminta untuk memberikan amnesti dan rehabilitasi kepada narapidana dan eks Narapidana politik (Napol) Republik Maluku Selatan (RMS) yang ditahan di beberapa lapas di Indonesia. Surat permohonan yang dibuat kuasa hukum para napol dan eks napol kasus tindak pidana makar RMS Semuel Waileruny, meminta agar para Napi RMS dapat diberikan amnesty dan rehabilitasi, serta para eks Napi RMS termasuk mereka yang sudah meninggal dunia diberikan rehabilitasi.
Semuel Waileruny,SH,MSi
Ambon, Malukupost.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI diminta untuk memberikan amnesti dan rehabilitasi kepada narapidana dan eks  Narapidana politik (Napol) Republik Maluku Selatan (RMS) yang ditahan di beberapa lapas di Indonesia.

Surat permohonan yang dibuat kuasa hukum para napol dan eks napol kasus tindak pidana makar RMS Semuel Waileruny, meminta agar para Napi RMS  dapat diberikan amnesty dan rehabilitasi, serta  para eks Napi RMS termasuk mereka yang sudah meninggal  dunia diberikan rehabilitasi.

Surat permohonan yang juga diterima redaksi media ini, Sabtu (7/7) bernomor 01/Amnesty dan Rehabilitasi RMS/VI/2018, Perihal mohon memproseskan agar Presiden memberikan amnesty dan rehabilitasi kepada Napi dan bekas Napi RMS,  dilayangkan kepada Menkumham, melalui Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Maluku

“Saya yang bertandatangan dibawah ini Semuel Waileruny,SH,MSi dari kantor advokasi  diatas, selaku kuasa hukum terhadap kasus-kasus tuduhan tindak pidana makar  kepada mereka yang memperjuangkan RMS, dengan ini telah menyampaikan permohonan kepada Menteri Hukum dan HAM RI,”kata Waileruny dalam surat tersebut.

Menurut Waileruny, saat ini sebanyak 8 orang napol RMS sedang menjalani hukuman dibeberapa Lapas yakni Jonathan Riri menjalani hukuman di  Lapas Porong Jawa Timur, Pieter Johannes di Lapas Pamekasan Jawa Timur dan 5 napi lainnya, Rubern Saija, Johanis Saija, Jordan Saija, John Markus, Romanus Batseran ditahan di Lapas Kembang Kuning, Nusa Kembangan.

“Sedangkan Johan Teterissa ditahan di Lapas Batu-Nusa Kembangan. Mereka mendapat hukuman bervariasi antara 15 hingga 17 tahun penjara hanya karena memperagakan tarian Cakalele yang diakhiri dengan pembentangan bendera RMS pada puncak perayaan Harganas di lapangan Meredeka Ambon secara damai,”ujarnya.

Dijelaskan Waileruny, Selain hukuman yang tidak adil, adanya berbagai penyiksaan yang dilakukan oleh polisi pada saat para narapidana dan bekas Napi masih dalam status tersangka. Penganiayaan itu kemudian dilanjutkan dengan putusan hukuman yang sangat berat ditimpakan oleh negara kepada mereka. Diantara mereka lanjutnya, ada yang harus menjalani hukuman jauh dari keluarga, sehingga mengakibatkan berbagai beban yang lebih berat bagi pribadi dan keluarga.

“Tiga diantara para napi juga telah meninggal dunia pada saat menjalani masa pidana yang lama akibat pernah mendapat penyiksaan yang sangat berat. Diantaranya Fredy Akihary, Yusuf Sapakoly dan Frans Sinmiasa, disamping terdapat banyak bekas narapidana yang juga telah mengalami pembebasan kemudian meninggal dunia,”ungkapnya.

Waileruny juga menduga, ada suatu perencanaan penghukuman yang sangat terencana dan sistematis oleh negara,  yang sangat tidak sesuai dengan rasa hukum keadilan  serta  kemanusiaan. Padahal, dari bukti-bukti yang ditunjukkan di pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun dari fakta lapangan yang sebenarnya membuktikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh para napi dan bekas napi kasus RMS  tidak pernah ada unsur kekerasan dalam bentuk apapun, sebagaimana dimaksud dengan delik makar yang ditentukan oleh KUHPidana.

“Mereka hanya melakukan perjuangan dengan cara damai, ilmiah dan bermoral terhadap RMS yang diyakini sebagai negara yang sah sebagaimana dijelaskan oleh berbagai ahli hukum internasional dan berbagai putusan pengadilan di luar Indonesia. Sebaliknya, Pemerintah Indonesia tetap menganggap RMS sebagai gerakan separatis, tanpa adanya argumentasi ilmiah tentang apakah RMS itu suatu gerakan separatis ataukah suatu negara yang sama terhadap hukuman,”bebernya.

Waileruny dalam surat tersebut menambahkan, lembaga-lembaga internasional seperti Amnesti Internasional dan Human Rights Watch bahkan pernah menyampaikan pernyataan kepada pemerintah Indonesia.

“Menyadari bahwa kepemimpinan Jokowi sebagai presiden Indonesia adalah kepemimpinan yang menjunjung tinggi hukum keadilan dan HAM, sehingga saya menganggap patut untuk menyampaikan permohonan ini,”pungkasnya.

Surat permohonan tertanggal 29 Juni 2018 tersebut juga ditembuskan kepada Presiden RI di Jakarta, Amnesty Internasional di London – Inggris dan Human Right Watch di New York-Amerika Serikat (SY*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar