Senin, 07 Mei 2018

Penyair Maluku Kian Bernyali Di Pentas Sastra Indonesia

Detik Nusa
Penyair-penyair asal Maluku dewasa ini semakin bernyali memasuki ragam aktivitas sastra di Indonesia. Mereka tidak lagi terkurung dalam aktivitas terbatas di sekolah dan komunitas, melainkan sudah sampai ke pergaulan nasional dan internasional.
Weslly  Johannes dan Theoresia Rumthe, penulis buku puisi Tempat Paling
Liar Di Muka Bumi (2017) dan Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai
(2018). 
(Foto fb theoresia)
Ambon, Malukupost.com – Penyair-penyair asal Maluku dewasa ini semakin bernyali memasuki ragam aktivitas sastra di Indonesia.  Mereka tidak lagi terkurung dalam aktivitas terbatas di sekolah dan komunitas, melainkan sudah sampai ke pergaulan nasional dan internasional.

Perkembangan sastra di Maluku ini disambut gembira penyair, penyanyi, dan dosen FKIP Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Falantino E. Latupapua, Senin (7/5).  Media Online Maluku Post meminta tanggapannya terhadap serangkaian keterlibatan penyair-penyair asal Maluku pada berbagai kegiatan sastra di tanah air.

“Saya senang dan berbangga karena sastra Maluku sudah semakin punya nyali untuk maju di pentas nasional dan dunia,”   papar Latupapua.

Disebutkan, capaian-capaian oleh sejumlah penyair pada level nasional dan internasional, akan menjadi motivasi yang luar biasa bagi anak-anak muda, meski masih dalam lingkungan minor dan terbatas.

Penyair-penyair yang berakar dari Maluku memang memperlihatkan kiprah menarik. Pada bulan April dan Mei 2018, beberapa penyair merangsek ke permukaan pentas sastra secara hampir bersamaan.  Mereka adalah Eko Saputra Poceratu, Weslly Johannes, Theoresia Rumthe, Roymon Lemosol, Selfina Maulany dan Yessa Monaten.

Eko Saputra Poceratu baru saja mengikuti Makassar International Writers Festival (MIWF) 2018.  Poceratu terpilih sebagai salah satu di antara enam penulis pendatang baru asal Indonesia Timur yang bersinar.  Dewan Kurator MIWF 2018 menetapkan mereka sebagai The Six Emerging Writers From The East Indonesia.

Dalam festival yang dipusatkan di Benteng Rotterdam Makassar, 2-5 Mei 2018, Eko Saputra Poceratu sempat menjadi salah satu penyair yang menarik perhatian.   Pada acara puncak,  Eko “membakar” langit Makassar dengan puisi  pembelaannya kepada Papua.

Eko Saputra Poceratu dan Sabbah (Pakistan) di Benteng Rotterdam, Makassar 
(foto fb eko sp)
“Hari ini bedak seorang janda lebih tebal dari iman seorang duda.
Hari ini daki orang Papua lebih tebal dari kejujuran anggota dewan,” demikian dua larik puisinya yang berjudul Cuma Rating.

Ketika Eko sedang di Makassar, dua penyair Maluku lain yakni Selfina Maulany dan Roymon Lemosol sedang mengikuti Temu Penyair Asia Tenggara, di Padang Panjang, 3-6 Mei 2018.  Kedua penyair yang juga sebagai guru SMA tersebut, lolos bersama 200 penyair, melalui suatu seleksi dan kurasi  yang ketat.

Tim Kurator yakni Sulaiman Juned (Padang Panjang), Iyut Fitra (Payakumbuh) dan Ahmadun Yosi Herfanda (Jakarta) melakukan kerja kurasi ketat.  Mereka memilih puisi-puisi terbaik yang dibukukan dan diluncurkan di Padang Panjang. Dalam seleksi inilah, Selfina Maulany lolos dengan puisi berjudul Dari Kanvas Langit Timur Kulukis Engkau, sedangkan Roymon Lemosol lolos dengan puisi berjudul Padang Panjang.

“Saya bangga sekali sebagai perempuan sendiri dari Ambon.  Tapi saya harus merendah karena hobi dan semangat saya selama ini tidak pernah dihiraukan di daerah sendiri. Jadi saya berjuang di luar saja dan ternyata, saya bisa,”  kata Selfina Maulany saat dihubungi di Padang Panjang.

Roymon Lemosol (ke-2 dari kiri), dan Selfina Maulany (ke-2 dari kanan)
(foto fb riri satria)
Sementara itu, pasangan penyair Weslly Johannes dan Theoresia Rumthe baru saja meluncurkan buku kumpulan puisi yang kedua di Luwuk, Banggai.  Buku berjudul Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai, adalah buku kedua Weslly dan Theoresia yang dicetak Gramedia, setelah buku pertama Tempat Paling Liar Di Muka Bumi (2017).

"Setelah dari Luwuk, selanjutnya kami akan meluncurkan buku Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai di Salatiga, Rabu, 9 Mei 2018. Kami akan mengobrol santai tentang puisi, cinta, koleksi kenangan, dan hal-hal menarik lain bersama dua pembahas menarik Izak Y. M. Lattu dan Jessy Ismoyo,  dosen UKSW," demikian dikabarkan Theoresia di akun facebooknya.

Sebelumnya, dalam Sarasehan dan Pekan Ilmiah Imbasadi 2018 di Denpasar, Bali, pada akhir April lalu,  delegasi  Program Studi PBSI FKIP Unpatti menoreh prestasi manis.  Mereka meraih gelar juara umum setelah Kristina Angwarmase dinobatkan sebagai Putri Imbasadi 2018, Yessa Monaten juara pertama Lomba Baca Puisi. Yessa juga menyabet gelar juara kedua Lomba Nyanyi Lagu Daerah.

Dari Padang Panjang, penyair Roymon Lemosol memberi pendapat senada dengan Falantino E.  Latupapua.  Lemosol menilai, kesusastraan di Maluku sudah mengalami perkembangan sangat pesat.  Indikatornya, makin banyak muncul penyair-penyair muda yang melahirkan karya-karya bermutu.

"Terbukti karya-karya mereka lolos kurasi yang begitu ketat, baik di kancah nasional maupun internasional. Penyair Selfina Maulany juga lolos pada antologi Perempuan Memandang Indonesia yang kurasinya sangat ketat," ungkap Lemosol.

Sastra di Maluku memang memperlihatkan gerak hidup-hidupan, terutama berkat kolaborasi
Delegasi PSBI FKIP Unpatti juara umum di Denpasar (foto dok FEL/PSBI)
komunitas-komunitas sastra, Kantor Bahasa, Taman Budaya, sekolah bahkan kampus.  Setidaknya, sejak memasuki abad ke-21, perkembangan sastra memperlihatkan tanda-tanda posotif. Menurut Lemosol, pertemuan para penyair muda di Maluku dibutuhkan untuk memberi motivasi dan wawasan.

"Adik-adik kita punya kemampuan lebih, tinggal bagaimana kita memberi semangat,  motivasi, contoh serta fasilitas berupa kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengasah kemampuan mereka dalam mengolah gagasan-gagasannya," pungkas Lemosol, pernyair yang juga  sebagai guru sastra dan Bahasa Indonesia di SMA Negeri 4 Ambon . (rudi fofid)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar