Kamis, 05 April 2018

Ido Kainama Mimpi Duet Dengan Dave Koz

Detik Nusa

Ambon, Malukupost.com
- Peniup saxofon Ido Kainama punya mimpi besar.  Musisi yang baru saja meluncurkan singel instrumentalia “Itam Manis” itu, ingin tekun dengan saxofon.  Ia mengaku telanjur jatuh cinta pada instrumen tersebut, dan bermimpi kelak bisa satu panggung dengan musisi dunia.
 
“Mimpi saya adalah bisa satu panggung dengan idola saya di dunia seperti Dave Koz,
Warren Hill,  Gerald Albright, dan yang lain-lain,” kata Ido kepada Media Maluku Post di Ambon, Selasa (3/4).

Meskipun bercita-cita jadi dosen musik, Ido menyatakan akan tetap bermain musik sampai habis nafas.  Hanya dengan jalan itu, dia yakin bisa mewujudkan mimpi tampil di pentas dunia.

Kehadiran Ido di panggung musik, boleh  disebut baru.  Lima tahun lalu, tidak ada yang kenal Ido sebagai musisi.  Tiga tahun belakangan ini,  Ido makin akrab di mata publik karena sering tampil pada berbagai pementasan. Pada satu kesempatan, ia duduk di belakang keyboard, pada pentas lain Ido mengiris biola. Kini Ido lebih banyak tampil hanya dengan saxofon.

Meskipun dikenal kini sebagai peniup saxofon handal, Ido sebenarnya menguasai banyak alat musik. Ia mulai main keyboard sejak duduk di bangku kelas tiga SD.  Sang ayah Pendeta Jhonatan Kainama adalah guru musiknya yang pertama.  Di rumah, ibunya Selvina Radja yang aktif di paduan suara, juga sangat mendukung talenta musik pada diri Ido.

Selain akrab dengan tuts-tuts keyboard, Ido kemudian belajar bermain gitar semasa SMP dan terompet setelah lulus SMA.  Semua itu dipelajari secara otodidak.  Begitu juga suling dan tifa yang dikuasai secara spontan.

Selepas SMA, sebenarnya Ido bercita-cita masuk ISI Yogyakarta atau IMI Jakarta.  Akan tetapi setelah berembuk dengan orang tua, musisi berusia 23 tahun kelahiran Waturu 31 Juli 1994 itu akhirnya memilih kuliah di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon (dulu STAKPN).

“Saya masuk Jurusan Musik Gereja dan mengambil mayor biola dan minor saxofon,” terangnya.

Ido mengaku baru bermain saxofon sekitar tiga tahun terakhir ini.  Pertama sekali ia tampil di depan publik bersama JP Band di Ambon City Center saat HUT RI.  Waktu itu peniup saxofon JP Band Erol berhalangan. 

“Waktu itu, Erol minta saya jadi additional player,” kenangnya.

Ido sebenarnya sempat bersama kawan-kawan muda membentuk Pardidoe Band.  Mereka adalah Lido (keyboard 1), Erol (saxofon), Revelino Paays (keyboard 2), Yondry Latuheru (gitar 1), Mesakh Popla (gitar 2). Akan tetapi semuanya sibuk sekolah dan kerja, kini Ido lebih sering tampil independen, atau berkolaborasi dengan band lain.

“Saya sering juga tampil dengan Soft East Band.  Saya cocok dengan mereka, sebab selalu ada yang baru.  Saya bisa dapat banyak pelajaran dari setiap personilnya,” jelas Ido.

Sebagai peniup saxofon, Ido bergabung dengan Molukka Bamboowind Orchestra (MBO).  Bersama MBO, Ido bermain biola pada pembukaan Pesparawi Nasional dan Hari Pers Nasional di Ambon. Sedangkan pada saat Temu Karya Taman Budaya, Grand Final Putra-Putri The Natsepa,  dan Malam Anugerah Siwalima Award, Ido sudah tiup saxofon.

Ido mengaku bangga bisa berinteraksi kini dengan musisi Maluku maupun musisi luar, dan bisa timba banyak pengalaman.  Sebut saja bersama Nicky Manuputty, Andre Dinuth dan Marthin Siahaan.

Beberapa pentas berharga baginya antara lain di Workshop Coffe, panggung Darwin-Ambon Yacht Race 2017,  Trotoart, Seni Beta, maupun Konser Nanala bersama drummer Sax n The City Ronny Koten.

Pengalaman lain adalah Ido diajak meniup saxofon untuk sebuah pentas di Tobelo, Maluku Utara, dan rekaman singel Mollucent (Zul Karepesina, Imam, Daniel).

Selain punya idola kelas dunia, Ido mengaku sesungguhnya di sekitar kita, di Ambon saja ada banyak teladan dalam bermusik.  Menurut dia, musisi seperti Figgy Papilaya, Igor Sopamena, dan Aditya Rhiofaldo Titaley  bukan musisi biasa. Pada mereka, musisi-musisi di Ambon bisa belajar banyak hal.

“Mereka tiga musisi yang sedap. Jago tapi humble. Masing-masing dengan spesifikasi dari  pop, jazz hingga pop-jazz,” ujar Ido.

Ido berpendapat, musisi di Ambon bisa dibagi atas dua bagian.  Kelompok pertama adalah kelompok akademis yakni mereka yang bermusik menurut standar-standar yang diperoleh melalui jalur pendidikan, dan kelompok kedua adalah musisi otodidak.

“Dua kelompok ini perlu bekerja sama, perlu bertukar pengalaman dan tidak bisa saling merasa paling unggul,” papar Ido. (rudi fofid/foto dok ido)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar