Petisi itu direncanakan akan disampaikan kepada Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.
Belum ada rincian nama anggota tim renang yang dipimpin oleh Joel Evans, untuk misi ini yang sudah diumumkan sejak Januari lalu. Namun, sebuah kampanye besar-besaran telah mendahuluinya selama berbulan-bulan.
Kelompok perenang Inggris tersebut yang diberi nama Swim for West Papua, bekerja sama dengan kelompok Free West Papua Campaign dalam misi ini. Mereka telah mengumpulkan puluhan ribu tanda tangan selama berbulan-bulan dari seluruh dunia.
Menurut siaran pers scoop.co.nz, petisi tersebut telah mengumpulkan lebih dari 140.000 tanda tangan online dan sejumlah tanda tangan di kertas yang belum diketahui jumlahnya.
Januari lalu, dalam peluncuran misi ini, disebutkan bahwa tim itu akan terdiri dari enam perenang warga negara Inggris, akan merenangi Danau Jenewa, Swiss, sepanjang 69 kilometer. Mereka akan membawa petisi yang menyerukan dimasukkannya kembali Papua ke dalam daftar dekolonisasi PBB dan diselenggarakannya referendum penentuan nasib sendiri Papua.
Radionz.co.nz Januari lalu menampilkan gambar peluncuran aksi ini yang menunjukkan Juru Bicara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, sedang berdiri bersama sejumlah tokoh yang mendukung aspirasi penentuan nasib sendiri Papua. Tiga pria yang akan berenang tersebut ada dalam gambar. Namun nama-nama mereka hanya disebut dengan singkat yaitu, Tim, Tom dan Joel.
Sementara itu di Youtube, sebagai bagian dari kampanye Swim for West Papua, seorang pria bernama Joel Evans tampil dalam video untuk menjelaskan program ini, bergantian dengan Benny Wenda. Tidak ada penjelasan tentang siapa Joel. Namun dalam video itu, Joel mengatakan ia dan lima orang rekannya akan berenang menyusuri Danau Jenewa.
Sementara itu Tabloid Jubi, sebuah media lokal Papua, menampilkan profil perempuan warga negara Afrika Selatan berusia 25 tahun, Carey Evans, yang disebut sebagai salah seorang anggota tim renang tersebut.
"Saya terlibat dalam Swim for West Papua ketika Joel (Kapten tim renang) meminta saya untuk melakukan sesuatu bagi West Papua dan berinisiatif bekerja sama dengan kampanye Free West Papua," ujar Carey.
Dengan keterlibatannya ini, ia mengaku bisa menyampaikan aspirasi rakyat Papua. Harapannya ia dan tim bisa menarik perhatian dunia dan mengarahkannya pada pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua.
"Dan pada gilirannya membantu membawa kebebasan pada rakyat dan bangsa yang tertindas," kata Carey.
Ia mengaku terinspirasi untuk terlibat dalam kampanye ini setelah mengetahui tentang Papua dari teman-teman di Fiji dan Papua Nugini.
Tabloid Jubi juga mengutip isi surat elektronik Joel Joel tentang misi ini. Joel mengatakan mereka akan tiba di Jenewa pada hari Rabu malam.
"Rencananya kami akan finish pada hari Rabu malam. Lalu dilanjutkan dengan pawai pada Kamis pagi," kata Joel melalui surat elektronik kepada Tabloid Jubi.
Kampanye global petisi terbuka ini sudah diluncurkan secara online pada 24 Januari lalu, di London, oleh Free West Papua Campaign, sebuah kelompok yang berafiliasi dengan ULMWP, dihadiri antara lain Lord Harries of Pentregarth, mantan anggota parlemen Inggris yang juga satu dari pendiri International Parliamentarians for West Papua (IPWP).
Selain menyerukan dimasukkannya kembali Papua ke dalam daftar dekolonisasi PBB, petisi juga menyerukan kepada PBB untuk menunjuk seorang wakil khusus untuk menyelidiki situasi hak asasi manusia di Papua, serta untuk mengawasi proses penentuan nasib sendiri.
Baca ini: (ULMWP: Mari Rakyat Papua Berdoa, Agar West Papua Segerah Didaftar di Dekolonisasi PBB)
Disebutkan, tujuan petisi adalah untuk menunjukkan dukungan internasional yang berkembang kepada Papua untuk memiliki kesempatan memutuskan masa depan mereka sendiri. Dikatakan, bahwa upaya mereka juga berguna untuk menumbuhkan dukungan diplomatik bagi dilaksanakannya penentuan nasib sendiri, yang diatur dalam Resolusi Sidang Umum PBB 1513 dan 1541.
Lord Harries of Pentregarth pada saat peluncuran mulai dibukanya petisi, membagikan pernyataan dukungan dari Uskup Agung Emeritus Desmond Tutu yang mengecam kurangnya perhatian media internasional tentang Papua.
Dia juga memuji tim renang yang akan melaksanakan misinya dan menyatakan solidaritasnya dengan rakyat Papua. "Kita hidup di berbagai wilayah di dunia, tapi kita adalah satu keluarga."
Kendati pemerintah mencoba meredamnya, isu penentuan nasib sendiri Papua telah mewarnai medan diplomasi luar negeri Indonesia akhir-akhir ini. Tahun lalu delapan negara Pasifik bergabung dengan Koalisi Pasifik untuk Papua dalam menyerukan diakhirinya pelanggaran hak asasi manusia di Papua serta menuntut penentuan nasib sendiri.
Maret lalu, tujuh pemerintah pulau Pasifik meminta Dewan HAM PBB untuk segera mempertimbangkan situasi di Papua.
Siaran pers terbaru kelompok Swim for West Papua, mengutip pernyataan Joel Evans, yang mengatakan: "Papua telah tersembunyi dari mata publik selama hampir setengah abad. Ratusan ribu telah meninggal, disiksa, ditangkap, dipukuli dan dipenjarakan. Indonesia mencoba untuk menutupi genosida, dengan bantuan sekutu Baratnya. Kami berharap kegiatan berenang ini bisa menembus bayang-bayang dan membantu rakyat Papua dalam perjuangan mereka untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan. Aksi berenang ini mengharuskan kita mengenali identitas bersama kita sebagai manusia. "
Lihat ini: Seruan Dukungan Doa : Petisi Rakyat West Papua Menuju PBB
Benny Wenda, Juru Bicara United Liberaton Movement for West Papua (ULMWP), yang bermukim di Inggris mengatakan "Ini adalah momen bersejarah dalam perjalanan panjang menuju kebebasan. Tim berenang membantu untuk menyoroti salah satu pekerjaan militer terpanjang dan paling brutal di dunia, dan puluhan ribu orang Papua di tanah kelahiran saya menginginkan mereka dan menandatangani petisi tersebut meski ada risiko penangkapan dan penyiksaan. Tindakan setiap orang bisa membuat perbedaan, dan orang Papua membutuhkan kerja solidaritas internasional untuk membantu dunia mendengar seruan kita untuk kebebasan."
Baca ini: (Kasus Freeport adalah Pengalihan Isu Papua Merdeka, Rakyat Papua Harus Fokus)
Copyright ©Satu Harapan "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar