Satu korban yang meninggal dunia karena insiden penembakan yang dilakukan oleh oknum Brimob Polda Papua di Deiyai. |
Deiyai -- Aparat gabungan TNI-Polri dan Brimob diduga menembak 17 warga sipil orang asli Papua (OAP) di Kabupaten Deiyai, dan seorang di antaranya yang bernama Marius Pigai tewas terkena timah panas, enam orang masih dirawat di RSUD Paniai, tiga dirawat di puskesmas Tendage, Deiyai dan tujuh anak dirawat oleh keluarganya.
Salah satu saksi mata berinisial PE menuturkan, kejadian ini berawal Selasa sore, 1 Agustus 2017, sekitar pukul 16.30 waktu setempat.
Ketika itu seorang pemuda, Ravianus Douw—24 tahun, bersama enam kawannya mandi di Kali Oneibo, Deiyai. Di kali ini sejumlah pekerja sedang mengerjakan jembatan penghubung antarkampung di daerah ini.
“Warga setempat memohon bantuan kendaraan kepada pihak perusahaan yang sedang membangun jembatan Kali Oneibo untuk dilarikan ke rumah sakit. Namun pihak perusahaan tidak menggubris, sehingga salah seorang warga harus ke Waghete untuk memanggil kendaraan yang jaraknya cukup jauh, kira-kira 10 kilo,” katanya.
“Setelah dilarikan ke RSUD Madi, nyawa korban tidak tertolong,” ujarnya.
Menurut penuturan dia, beberapa nama korban menyusul meninggalnya Ravianus adalah Yohanes Pekei, Marinus Dogopia, Yunior Pakage, Deria Pakage, Markus Pigai dan Yohanes Pakage.
Penuturan senada dikatakan Pastor Pimpinan Paroki Paniai, Pater Santon Petege, Pr. ketika menghubungi Jubi Selasa malam (1/8/2017).
Pater Santon mengatakan, ketika itu ada beberapa pemuda sedang mandi di Kali Oneibo. Salah satu dari mereka tenggelam. Namun setelah diangkat ke permukaan si pemuda ini masih hidup dan membutuhkan pertolongan, sehingga harus dirawat di rumah sakit terdekat, sebab kondisinya kritis.
Mereka lalu meminta bantuan kepada pekerja jembatan agar menggunakan mobilnyauntuk membawa korban ke rumah RSUD Paniai. Naas didapat. Para pekerja itu tak mau menyewakan mobilnya untuk membawa korban yang tenggelam ke rumah sakit.
Terjadilah tawar-menawar dan tak membuahkan hasil. Lima jam berselang, mobil pun didapat. Korban lalu cepat-cepat dibawa ke rumah sakit itu. Sekitar 2,5 jam perjalan dengan mobil ke RSUD Paniai di Madi. Namun lagi-lagi, nyawa korban tak tertolong.
“Ia meninggal ketika sampai di rumah sakit,” kata Pater Santon.
Keluarga dan kerabat korban berpikiran bahwa dia sedianya tidak meninggal atau dapat tertolong jika permintaan menyewa mobil para pekerja jembatan diladeni. Mereka pun kecewa dan marah-marah pada para pekerja, yang ketika itu masih berada di sekitar areal pembangunan jembatan.
“Lalu tukang proyek ini telepon ke polisi. Aparat gabungan polisi, brimob dan tentara pun datang. Tidak tanya tapi langsung tembak beberapa pemuda,” katanya.
Hingga berita ini ditulis, Selasa malam, enam orang korban penembakan masih dirawat di RSUD Paniai, tiga lainnya dirawat di puskesmas Tendage, Deiyai--sekitar lokasi jembatan, sedangkan tujuh anak kecil masih dirawat pihak keluarga di rumahnya sepulang dari rumah sakit.
Pater Santon menyesalkan tindakan premanisme aparat tersebut. Menurut dia, seharusnya mereka bertanya terlebih dahulu atau mengetahui duduk perkara sebenarnya.
“Saya sangat menyesal. Aparat harus bertanggung jawab,” katanya.
Kepala Distrik Tigi Barat, Frans Bobii kepada Jubi membenarkan insiden penembakan tersebut. Ia mengaku sudah datang ke lokasi penembakan. Menurutnya, lima orang korban lainnya sedang dirawat secara intensif dan Bupati Deiyai pun sudah memberikan perhatian terhadap kasus ini.
Sementara Kabid Humas Polda Papua, Kombes (Pol) A.M. Kamal ketika dikonfirmasi Jubi Selasa malam menyebutkan, Selasa sore, sekitar pukul 14.30, ada masyarakat yang keluarganya sakit datang ke pekerja proyek jembatan untuk meminta bantuan kendaraan untuk membawanya ke rumah sakit, tapi pekerja di situ tidak dapat membantu.
“Kemudian mereka berupaya untuk ke rumah sakit, namun dalam perjalanan keluarga masyarakat yang sakit itu meninggal dunia. Mungkin karena kecewa, keluarga korban mendatangi tempat pekerjaan proyek dan marah-marah kemudian memukul salah satu pekerja proyek dan merusakan di sekitar lokasi,” kata Kombes Pol Kamal.
Masih kata dia, pihak perusahaan kemudian menelepon Brimob, sekitar satu kilo dari lokasi. Komandan Brimob bersama anggota Polsek setempat, sekitar sembilan orang pun menuju lokasi dan memeriksa semua pekerja.
“Ada salah satu pekerja tidak ditemukan karena mungkin dia takut sehingga lari, tapi sekarang dia sudah ditemukan,” katanya.
Ia mengakui, anggota sudah berupaya melakukan pendekatan persuasif dan bernegosiasi dengan warga, tapi mereka dilempari batu.
“Warga menyerang balik anggota mungkin karena mengira akan membela-bela perusahaan. Anggota brimob dan polisi mundur sambil melepaskan tembakan peringatan ke udara. Karena masyarakat tetap melempari anggota brimob dan anggota polsek, kemudian menembak ke tanah dan ada peluru rekoset atau memantul dan mengenai empat warga. Tidak ada yang meninggal terkena peluru rekoset. Hanya korban luka,” katanya.
Menurut dia, hingga kini Kapolres Paniai masih berada di polsek, tempat peristiwa ini terjadi, bersama para pekerja perusahaan.
“Besok (Rabu, 2/8/2017) rencana akan dilakukan pertemuan masyarakat dengan para muspida. Ini memang harus diluruskan informasinya agar tidak simpang siur dan terkesan provokasi demi keamanan dan kenyamanan masyarakat, ini laporan yang saya terima dari Polres Paniai,” katanya. (*)
Copyright ©Tabloid JUBI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar